Laman

Minggu, 30 Mei 2010

Sumpah Aku Sampah

Seorang pemulung yang malang karena rejeki jauh di angan dengan keberadaan sampah yang terbatas...
Wahai Dewa Material,
Aku. Dan Sial. Ditemani si Malang pula. Kau kungkum saja kami terus dalam air duka.
Kau bersekongkol dengan Dewi Proses, sungguh karakter pengkhianat!
Mengaku kumpulkan yang tak berguna setelah suatu akhir. Bodoh.
Lihatkah ku ais tanah Tuhan, tapi tak ada yang menusuk hidung
Tak pandang yang bertumpukan. Lagi-lagi kalian bodoh.
Lagipula hanya padang bersih, nan segar yang dicongkakkan.
tak kudapatkanlah pengganjal perut itu. Gara-gara yang tak banyak.
Memang bodoh.

Presiden sampah tidak terima dengan keadaan sampah saat ini (sampah sangat banyak). Dia merasa tak mampu mengatur keadaan yang sudah semrawut..
Zero Waste…
(hahaha) Salam super bagi pengagum berhala itu!
Insinerator. EPR. Dan B3. Kongkalikong mereka hancurkan cinta kerajaan ini. bersama konco.
4R pun tersenyum lunglai. Seperti pengumpat.
Kujatuhkan saja dengan air mata. Banjiri negeri sendiri.
Kutelan.
Milenium, 25.700 m3 per hari. Ulah tambang industri.
Kumaki sentralisasi nyata. Padahal aku pun turut mencipta.
Tertawa dalam Perang Kelola. Pertanda aku gila.
Ada cacing di ubun ku.
Zero Waste is Zero…

Keluarga sampah merasa sumpek dengan keadaan sampah yang semakin banyak saat ini..
Aku sang nahkoda. Berlayar di atas lautan sampah.
Bau tak sedap. Sudah biasa.
Satu rasa.
Ingin MUNTAH.
Kubuat saja tersangkanya. Si penjajah bertopeng pengusaha.
Aku saja resah. Bagaimana alam tidak marah?!
Lidahku senang menyebutnya Si Limbah.
Makhluk yang kian tenar seantero dunia. Dengan baiknya buat orang susah.
Kering atau basah kututup mulut saja.
Terengahpun,
Manusia sok meraja.

Dua bocah sampah yang merasa TPA yang dulu lapang, sekarang tidak bisa dipakai untuk bermain bola lagi..
Bola itu kita. Itu bola kita. Kita bola itu.
Bola itu sampah. Sampah itu bola. Apa beda?
Atau kita adalah sampah.
Sama saja rupanya. tetap tak ada tempat main bola.
Tapi tak apa-apa lah.
Kata ayah, Ronaldo dulu juga temennya sampah. Anak sampah.
Yes, kita bisa jadi pebola sampah…
Sampah, TEMAN BERMAIN DAN BELAJAR. Seperti jargon sebuah majalah.

Pemulung bertambah banyak dan bersuka cita karena banyak rejeki..
Kuputar saja kata-kataku sebelumnya:
Wahai Dewa Material,
Aku, kini Kita. Dan Untung. Ditemani si Mujur pula.
Kau kungkum saja kami terus dalam air bahagia.
Kau berselingkuh dengan Dewi Proses, sungguh karakter penjahat!
Mengaku kumpulkan yang tak berguna setelah suatu akhir. Jenius.
Lihatkah ku ais tanah Tuhan, kini berlimpah yang menusuk hidung
Banyak kupandang yang bertumpukan. Lagi-lagi kalian jenius.
Berubah jadi padang kotoran, nan menyengat tak tertahankan. Merusak bahkan.
Mudah kudapatkanlah pengganjal perut itu. Gara-gara yang tak sedikit.
Memang jenius.

Tampar Langitku

Dalam goresan kala…
Ribuan berkah ditampar Sang Maha Diraja yang bersua
Hingga musnah, tak peduli
Pinta makhluk rimba yang tersisa

Bumipun tertatih dalam luka
Kedinginan…terbasahi
Air mata langit
Yang menangis sejadi-jadinya
Terus,
Tanpa henti…

Duhai penghuni dunia,
PERNAHKAH KAU BACA BIOGRAFI CINTA TUHANMU??!!
PERNAHKAH KAU DENGAR DENDANG 22 BIDADARI??!!
KAU LIHAT LAGI RIUH RIANG ALAM YANG MENARI??!!
KAU RASAKAN SENYUMAN IBU PERTIWI??!!

Kurasa kau akan diam…
Karena jagadku t’lah jadi pemangsa…

Air menjadi serigala
Menelan mentah juta nyawa tak bersalah
Tenggelamkan harapan anak-anak yang ingin sekolah
Hanyutkan asa ‘tuk gapai masa depan yang cerah
Itu semua oleh sebabmu, MANUSIA!!

Kau amat sangat tamak
Sungguh serakah…!
Kau tak pernah berbagi dengan alam
Bahkan kau bunuh kaummu,
dengan tongkat kekuasaan…!
Sampai kapan??!

Tiga…
Dua…
Satu…
MARI KITA MATI BERSAMA!!
Aku dan kau, sudah tidak punya hati
Pilihan yang tepat, hancur bersama orang-orang bejat
Sangat tepat..!
Namun,
Jika kau ingin hidup
Duduklah bersamaku disini
Kita ‘kan pergi
Memohon maaf pada langit dan bumi…

Jerit Tak Bertuah

Pagi menghujat siang bersiul malam tak punah dan larutpun menghadang
Itu gerutuan pendosa..
Hingga semut hitam terinjakpun,
aku hanya insan pekerja sawah. Lelah, derita, dan luka. Ini biasa.
Sebagaimana sabda sang penyampai,
sebuah istana surga pengganti sesuap nasi didunia
bagi sang nahkoda…

Coba kau hitung langkah matahari!

…aku bingung, letih, berkutat amarah dan sempat pingsan oleh sebabnya
Begitulah makhluk dengan otot kekar ini,
kuat tapi tak berdaya..
lahanku akan berubah menjadi gedung yang entah apa namanya katanya penuh bangga tanpa rasa
aku tak tahu apa isi perut dan otak para pemimpin disana…

Dalam heningpun,
kudengar jangkrik menangis
sang katakpun ikut pilu..

layak kau sebut hukum rimba??!
Mungkinlah..
Yang berlimpah harta
yang berkuasa,
Yang tak punya hati
yang selalu menyakiti,
dan aku tak peduli…

Sisa lahanku, telah pasti sisa perjuanganku
Tetap bertahan dalam duka ‘tuk bahagia
Tetap bersabar dalam sakit tanpa menjerit
Cuma demi sebuah nama,
KELUARGA…

Lalat dan Tikus

Roti ini kubagi dua
Yang kecil aku, yang besar padanya
Hanya bergoyang saja pantatnya seperti pantat penyanyi dangdut wanita yang tak punya harga…
Dasar Si Omnivora! Hidupnya cuma untuk makan saja.
Tapi mengapa ia ke Surga?
Pasti di sana berlimpah roti ya…mmm..mau makan sendiri rupanya ia…
Tapi mengapa ia begitu lama di sana?
Pasti di sana belum habis makanannya…mmm...sampai tak muat perut ia…
Tapi mengapa ia tak kembali ke dunia?
Pasti ia betah di sana..mmm…sampai lupa sahabatnya ia…
Tapi mengapa ia MENINGGAL DUNIA???!!
Pasti ini karena ulah manusia.
Ini karena ulah manusia.
Karena ulah manusia.
Ulah manusia.
Manusia.

Kecoa Juga Manusia*


Adalah kita
engkau dan saya
kecoa yang sedang jatuh cinta..

melompat, terbang, berguling, terbaring, menari, kadang tersenyum sendiri.

tiap mata jijik
sepasang telinga takut
melihat dan mendengar nama kita
tapi ku tak peduli,
karena dunia ini surga bagi kami..

ini bicara tentang siapa?
bukan apa
bukan bagaimana
bukan mengapa
tapi saling menyayangi apa adanya..

Itu pesan bunda mengutip Ayat Rabb-Nya
Tuhan Pencipta aku, engkau, dan
KECOA…

*bisa jatuh cinta juga maksudnya..^_^

Sahabat